Kata Pengantar
Puji syukur senantiasa saya panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa. Dengan segala rahmat, petunjuk, dan kurnianya, akhirnya makalah
ini dapat ditulis supaya bisa dipelajari untuk meningkatkan prestasi belajar.
Fungsi utama makalah ini adalah supaya bisa memberikan
panduan kepada pembaca untuk bisa mengenal labih jelas tentang
Kerajaan-kerajaan yang berada di Kalimantan Selatan ,Indonesia.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
Terima
Kasih.
Penulis
Muhammad Rizki Fajri
Daftar Isi
Kata
Pengantar.................................................................................
1
Daftar
Isi............................................................................................
2
1.
Pengertian
Kerajaan.................................................................................
3
1.1
Kerjaan Negara
Daha...............................................................................3
1.2Raja Kerajaan Daha............................................................................
3
2.1
Kerajaan
Sambamban..............................................................................
4
2.2 Raja
Sambamban................................................................................
4
3.1 Kerajaan
Cantung.................................................................................4&5
4.1 Kerajaan
Kuripan.................................................................................
5&6
5.1 Kerajaan Negara
Dipa..........................................................................
6&7
1.PENGERTIAN
KERAJAAN
Kerajaan, salah satu
bentuk pemerintahan di mana ke
pala negara dan/atau kepala pemerintahan-nya disebut Raja, Ratu, Kaisar,
Permaisuri, Sultan, Baginda, Khalifah, Emir. dan kepala pemerintahannya bisa
oleh perdana menteri ataupun raja sendiri. dalam kerajaan posisis raja adalah
menjabat seumur hidup, artinya sampai dia mangkat/mengundurkan diri maka dia
akan tetap menjadi raja. dan penerusnya nantipun harus berasal dari kerabat
dekat si raja.
Kerajaan
dibentuk untuk memperoleh kekuasaan dan juga Untuk Memerintah pada suatu
wilayah tertentu . Kerajaan adalah suatu pemerintahan yang sudah ada di
Indonesia Ratusan Tahun Lalu , dan bahkan kini juga masih ada Kerajaan di
Indonesia. Kerajaan merupakan bentuk pemerintahan yang sudah lama dipakai di
Hampir seluruh Negara di Dunia.
1.1 KERAJAAN
NEGARA DAHA
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu
(Syiwa-Buddha) yang pernah berdiri di Kalimantan
Selatan sezaman dengan kerajaan Islam Giri Kedaton. Kerajaan Negara Daha
merupakan pendahulu Kesultanan Banjar. Pusat pemerintahan/ibukota kerajaan ini
berada di Muhara Hulak/kota Negara (sekarang kecamatan Daha Selatan, Hulu
Sungai Selatan), sedangkan bandar perdagangan dipindahkan dari pelabuhan lama
Muara Rampiau (sekarang desa Marampiau) ke
pelabuhan baru pada Bandar Muara Bahan (sekarang kota Marabahan, Barito
Kuala). Pusat Kerajaan Negara Daha terletak di tepi sungai Negara dan berjarak 165 km di sebelah utara Kota
Banjarmasin, ibukota provinsi Kalimantan Selatan.
Kerajaan Negara Daha merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa yang saat itu berkedudukan di Kuripan/Candi Agung, (sekarang kota Amuntai). Pemindahan ibukota dari Kuripan adalah untuk
menghindari bala bencana karena kota itu dianggap sudah kehilangan tuahnya.
Pusat pemerintahan dipindah ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan)
menyebabkan nama kerajaan juga berubah sehingga disebut dengan nama yang baru
sesuai letak ibukotanya yang ketiga ketika dipindahkan yaitu Kerajaan Negara
Daha.
1.2 Raja Negara Daha
Raja-raja Negara Daha: Raden Sakar Sungsang/Raden Sari Kaburungan/Ki Mas Lalana
bergelar Maharaja Sari Kaburungan atau Panji Agung Rama Nata putera dari Putri
Kalungsu/Putri Kabu Waringin, ratu terakhir Negara Dipa
- Raden Sukarama bergelar Maharaja Sukarama, kakek dari Sultan Suriansyah (Sultan Banjar I) Raden Paksa bergelar Pangeran Mangkubumi
- Raden Panjang bergelar Pangeran Tumenggung
- Wilayah pengaruh kerajaan ini meliputi propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara.
Islam datang ke daerah Kalimantan
Selatan dari Giri pada masa Raden Sekar Sungsang yang pernah merantau
ke pulau Jawa dan disana telah memiliki anak bernama Raden Panji Sekar yang
menikahi putri dari Sunan Giri kemudian bergelar Sunan Serabut.
Tetapi Islam baru menjadi agama negara pada tahun 1526 pada masa
kekuasaan Sultan Suryanullah atau Sultan Suriansyah. Aksara
Arab-Melayu telah digunakan sebelum berdirinya Kesultanan Banjar.
Karena kemelut di Kuripan/Negara Daha, beberapa tumenggung melarikan
diri ke negeri Paser di perbatasan Kerajaan Kutai Kartanegara dan kemudian
mendirikan Kerajaan Sadurangas di daerah tersebut. Peninggalan
Kerajaan Negara Daha dapat dilihat Kota Negara (Daha) dan Amuntai
2.1 KERAJAAN SAMBAMBAN
Kerajaan Sebamban adalah suatu
daerah pemerintahan swapraja yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari
Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda
di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda, Kalimantan Selatan.
Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera
yaitu Pangeran Syarif Ali, putera dari Syarif Abdurahman Alaydrus Yang
Dipertuan Kerajaan Kubu. Sekarang wilayah swapraja ini menjadi kecamatan Angsana, Sungai
Loban dan sebagian Kuranji.
Tahun 1849 pemerintah kolonial
Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849,
berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van
Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8, daerah Sebamban ini
termasuk dalam kawasan Tanah Bumbu dalam wilayah zuid en ooster-afdeeling
Daerah Sabamban ini termasuk
daerah-daerah pesisir yang diserahkan oleh Sultan Adam pada tahun 1826 kepada
Hindia Belanda.
Dalam tahun 1853 Landschap Sebamban
berpenduduk sekitar 250 jiwa, tidak termasuk para penambang, kebanyakan orang
Banjar dan beberapa orang Bugis. Daerah Sebamban ini menghasilkan intan, emas,
batubara, beras, dan kayu.
Dalam tahun 1898 Landschap Sabamban atau
menurut istilah setempat Pulau Sabamban merupakan salah satu daerah landschap
dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178.
Pada masa sekarang ini, Sebamban menjadi salah
satu daerah penempatan transmigrasi di Kalimantan Selatan.
2.2 Raja Sabamban
Penguasa (bestuurd door, banjar:
lalawangan= pintu)) swapraja Sabamban bergelar Pangeran Syarif (bukan Sultan), yaitu :
- Pangeran Syarif Ali Al-Idrus bin Syarif Abdurrahman Al-Idrus
- Pangeran Syarif Hasan
- Pangeran Syarif Qasim Al-Idrus bin Syarif Hasan Al-Idrus
3.1KERAJAAN CANTUNG
Kerajaan Tjangtoeng dan Batoe Litjin (EYD: Kerajaan Cantung dan Batu Licin) adalah kerajaan pecahan dari kerajaan Tanah Bumbu. Wilayah kerajaan Cantung dan Batu Licin mencakup Daerah aliran sungai Cantung dan Daerah Aliran Sungai Batulicin serta daerah sekitarnya. Penguasa pertama kerajaan ini adalah Ratu Intan I puteri Ratu Mas. Ratu Mas adalah penguasa terakhir kerajaan Tanah Bumbu, yang kelak terpecah menjadi beberapa wilayah kerajaan-kerajaan kecil. Pada Tahun 1870 kerajaan Tanah Bumbu dibagi kepada anak-anak Ratu Mas yaitu Pangeran Prabu dan Ratu Intan I. Pangeran Prabu memperoleh wilayah utara (Kerajaan Bangkalaan), sedangkan wilayah selatan diberikan kepada Ratu Intan I. Pada tahun 1861? wilayah Kerajaan Batoe Litjin dan Tjangtoeng menjadi suatu wilayah pemerintahan swapraja yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda. Pemerintah daerah swapraja tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera yaitu Pangeran Syarif Hamid.
Batoe Litjin dan Tjangtoeng masing-masing merupakan daerah-daerah landschap dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178.
Pada masa Republik Indonesia Serikat, wilayah ini termasuk ke dalam kesatuan kenegaraan Federasi Kalimantan Tenggara.
Sekarang wilayah swapraja ini menjadi kecamatan Hampang, Kelumpang Hulu, Batulicin dan kecamatan-kecamatan pemekarannya. Batulicin sekarang merupakan ibukota dari Tanah Bumbu.
Kerajaan Tjangtoeng dan Batoe Litjin (EYD: Kerajaan Cantung dan Batu Licin) adalah kerajaan pecahan dari kerajaan Tanah Bumbu. Wilayah kerajaan Cantung dan Batu Licin mencakup Daerah aliran sungai Cantung dan Daerah Aliran Sungai Batulicin serta daerah sekitarnya. Penguasa pertama kerajaan ini adalah Ratu Intan I puteri Ratu Mas. Ratu Mas adalah penguasa terakhir kerajaan Tanah Bumbu, yang kelak terpecah menjadi beberapa wilayah kerajaan-kerajaan kecil. Pada Tahun 1870 kerajaan Tanah Bumbu dibagi kepada anak-anak Ratu Mas yaitu Pangeran Prabu dan Ratu Intan I. Pangeran Prabu memperoleh wilayah utara (Kerajaan Bangkalaan), sedangkan wilayah selatan diberikan kepada Ratu Intan I. Pada tahun 1861? wilayah Kerajaan Batoe Litjin dan Tjangtoeng menjadi suatu wilayah pemerintahan swapraja yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda. Pemerintah daerah swapraja tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera yaitu Pangeran Syarif Hamid.
Batoe Litjin dan Tjangtoeng masing-masing merupakan daerah-daerah landschap dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178.
Pada masa Republik Indonesia Serikat, wilayah ini termasuk ke dalam kesatuan kenegaraan Federasi Kalimantan Tenggara.
Sekarang wilayah swapraja ini menjadi kecamatan Hampang, Kelumpang Hulu, Batulicin dan kecamatan-kecamatan pemekarannya. Batulicin sekarang merupakan ibukota dari Tanah Bumbu.
- Ratu Intan I anak Ratu Mas, menjadi Ratu Tjangtoeng I dan Batoe Litjin I (1780-1800) dan menikah dengan Sultan Anom dari Pasir (dikenal sebagai Sultan Dipati Anom Alamsyah Aji Dipati (1768-1799).
- Gusti Besar binti Pangeran Prabu (1820-1830) atau (18xx-1825) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Gusti Besar berkedudukan di Cengal. Cantung dan Batulicin diserahkan sepeninggal Ratu Intan. Gusti Besar menikahi Aji Raden Bin Aji Negara (Sultan Sepuh 1 Alamsyah).
- Gusti Muso
- Aji Jawi (1840) (putera Gusti Besar)(1825-1840): Pangeran Aji Jawi/Aji Djawa (1840-1841) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung dan Batulicin. Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan.
- Raja Aji Mandura. Aji Mandura menganeksasi Buntar Laut, sepeninggal Gusti Dandai yang tidak memiliki ahli waris.Aji Madura menikah dengan Ratu Jumantan (anak Pangeran Abdul Majid Kasuma. Pangeran Kusumanegara / Aji Darma.)
4.1 KERAJAAN KURIPAN
Kerajaan
Kuripan, atau disebut pula Kahuripan, adalah kerajaan kuno yang beribukota di kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.Kerajaan Kuripan berlokasi di sebelah hilir dari
negeri Candi Agung (Amuntai
Tengah).
Diduga pusat pemerintahan kerajaan ini berpindah-pindah di sekitar Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong saat ini. Kabupaten Tabalong terletak di sebelah hulu dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena di kawasan Kabupaten Hulu Sungai Utara sungai Bahan/sungai Negara bercabang ke arah hulunya menjadi dua yaitu daerah aliran sungai Tabalong dan daerah aliran sungai Balangan. Menurut kebiasaan di Kalimantan, penamaan sebuah sungai biasanya berdasarkan nama kawasan yang ada di sebelah hulunya. Karena itu penamaan sungai Tabalong berdasarkan nama daerah yang ada di sebelah hulu dari sungai tersebut, yang pada zaman Hindia Belanda disebut Distrik Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak sungai Bahan, sedangkan sungai Bahan adalah anak sungai Barito yang bermuara ke laut Jawa.
Diduga nama Kerajaan Kuripan sebutan lain dari Kerajaan Tabalong yang disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis pujangga Majapahit yakni Mpu Prapanca pada tahun 1365. Sebutan Kerajaan Tabalong berdasarkan nama kawasan dimana kerajaan tersebut berada. Sedangkan nama Kuripan mungkin nama ibukotanya saat itu. Nama Kuripan diduga adalah nama lama kota Amuntai di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak di sekitar muara sungai Tabalong.
Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika. (Fudiat Suryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984
Kerajaan Kuripan ini diduga adalah kerajaan yang sama dengan Kerajaan Tanjungpuri atau Kerajaan Nan Sarunai atau mungkin pula Nan Sarunai adalah bawahan dari Kuripan. Selanjutnya kekuasaan kerajaan orang pribumi kemudian digantikan penguasa baru daerah ini yaitu Dinasti Negara Dipa yang berdarah Majapahit.
Pemerintahan suku Maanyan di kerajaan Nan Sarunai mendapat serangan dari Jawa (Majapahit) sebanyak dua kali yang disebut orang Maanyan dengan istilah Nansarunai Usak Jawa, sehingga suku Maanyan menyingkir ke pedalaman pada daerah yang dihuni suku Lawangan kecuali sebagian yang kemudian bergabung ke dalam pemerintahan orang Majapahit.
Diduga serangan yang kedua adalah serangan dari Pangeran Surya Nata I yang telah mengokohkan kedudukannya sebagai Raja Negara Dipa setelah menikah dengan Putri Junjung Buih. Menurut orang Maanyan, kerajaan Nan Sarunai ini telah ada pengaruh Hindu, yaitu adanya pembakaran tulang-tulang dalam upacara kematian suku Maanyan, yang merupakan aliran Hindu-Kaharingan, sebelumnya tidak dikenal pembakaran tulang-tulang dalam agama Kaharingan yang asli.
5.1 KERAJAAN NEGARA DIPA
Diduga pusat pemerintahan kerajaan ini berpindah-pindah di sekitar Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong saat ini. Kabupaten Tabalong terletak di sebelah hulu dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena di kawasan Kabupaten Hulu Sungai Utara sungai Bahan/sungai Negara bercabang ke arah hulunya menjadi dua yaitu daerah aliran sungai Tabalong dan daerah aliran sungai Balangan. Menurut kebiasaan di Kalimantan, penamaan sebuah sungai biasanya berdasarkan nama kawasan yang ada di sebelah hulunya. Karena itu penamaan sungai Tabalong berdasarkan nama daerah yang ada di sebelah hulu dari sungai tersebut, yang pada zaman Hindia Belanda disebut Distrik Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak sungai Bahan, sedangkan sungai Bahan adalah anak sungai Barito yang bermuara ke laut Jawa.
Diduga nama Kerajaan Kuripan sebutan lain dari Kerajaan Tabalong yang disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis pujangga Majapahit yakni Mpu Prapanca pada tahun 1365. Sebutan Kerajaan Tabalong berdasarkan nama kawasan dimana kerajaan tersebut berada. Sedangkan nama Kuripan mungkin nama ibukotanya saat itu. Nama Kuripan diduga adalah nama lama kota Amuntai di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak di sekitar muara sungai Tabalong.
Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Empu Jatmika sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika. (Fudiat Suryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984
Kerajaan Kuripan ini diduga adalah kerajaan yang sama dengan Kerajaan Tanjungpuri atau Kerajaan Nan Sarunai atau mungkin pula Nan Sarunai adalah bawahan dari Kuripan. Selanjutnya kekuasaan kerajaan orang pribumi kemudian digantikan penguasa baru daerah ini yaitu Dinasti Negara Dipa yang berdarah Majapahit.
Pemerintahan suku Maanyan di kerajaan Nan Sarunai mendapat serangan dari Jawa (Majapahit) sebanyak dua kali yang disebut orang Maanyan dengan istilah Nansarunai Usak Jawa, sehingga suku Maanyan menyingkir ke pedalaman pada daerah yang dihuni suku Lawangan kecuali sebagian yang kemudian bergabung ke dalam pemerintahan orang Majapahit.
Diduga serangan yang kedua adalah serangan dari Pangeran Surya Nata I yang telah mengokohkan kedudukannya sebagai Raja Negara Dipa setelah menikah dengan Putri Junjung Buih. Menurut orang Maanyan, kerajaan Nan Sarunai ini telah ada pengaruh Hindu, yaitu adanya pembakaran tulang-tulang dalam upacara kematian suku Maanyan, yang merupakan aliran Hindu-Kaharingan, sebelumnya tidak dikenal pembakaran tulang-tulang dalam agama Kaharingan yang asli.
5.1 KERAJAAN NEGARA DIPA
Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan yang berada di
pedalaman Kalimantan Selatan. Kerajaan
ini adalah pendahulu Kerajaan Negara Daha. Sejak masa pemerintahan Lambung Mangkurat wilayahnya terbentang dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting.
Kerajaan Negara Dipa memiliki
daerah-daerah bawahan yang disebut Sakai, yang masing-masing dipimpin oleh
seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama dengan
pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Pada mulanya
negara Dipa merupakan bawahan kerajaan Kuripan yang merupakan kerajaan pribumi.
Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan
Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel) yang berjarak dua
bulan perjalanan laut menuju pulau Hujung Tanah (Kalimantan).Menurut Veerbek
(1889:10) Keling, propinsi Majapahit di barat daya Kediri. Menurut Paul Michel
Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal
Kepulauan Indonesia dan Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu
Jamatka (atau Empu Jatmika) mendirikan pada tahun 1387, dia berasal dari
Majapahit. Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara Dipa
(situsCandi Laras)(Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan
juga bukan keturunan raja-raja Kuripan, tetapi kemudian dia berhasil
menggantikan kedudukan raja Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang
wilayahnya lebih luas tersebut, tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak
menyebut dirinya sebagai raja, tetapi hanya sebagai Penjabat Raja (pemangku).
Setelah perpindahan ibukota kerajaan
Negara Dipa dari Candi Laras (Margasari) ke Candi Agung (Amuntai), penggantinya Lambung Mangkurat
(Lembu Mangkurat) setelah bertapa di sungai (Tabalong?) berhasil memperoleh
Puteri Junjung Buih yang kemudian dijadikan Raja Putri di Negara Dipa. Raja
Putri ini sengaja dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang Pangeran yang sengaja
dijemput dari Majapahit yaitu Raden Putra yang kelak bergelar Pangeran
Suryanata I. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah
yang kelak sebagai raja-raja di Negara Dipa.
Menurut Tutur Candi, Kerajaan
Kahuripan adalah kerajaan yang lebih
dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan
Kahuripan menyayangi Empu Jatmika sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua
dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai
Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika. (Fudiat
Suryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984)
Kerajaan Negara Dipa semula
beribukota di Candi Laras (Distrik Margasari) dekat hilir sungai Bahan tepatnya
pada suatu anak sungai Bahan, kemudian ibukotanya pindah ke hulu sungai Bahan
yaitu Candi Agung (Amuntai), kemudian Ampu Jatmika menggantikan kedudukan Raja
Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa memiliki keturunan, sehingga
nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa. Ibukota waktu itu
berada di Candi Agung yang terletak di sekitar hulu sungai Bahan (= sungai
Negara) yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar
sungai Pamintangan (sungai kecil anak sungai Negara).
Kerajaan ini dikenal sebagai
penghasil intan pada zamannya.
mohon di koreksi pada Kerajaan Cantung pada poin 5. Aji Madura (1863) Menikah dengan ratu Jumantan Binti Pangeran Prabunata dari Kerajaan Sampanahan mempunyai anak Aji Darma atau Pangeran Kusumanegara (1864-1929).Pangeran Kusumanegara menikah dengan Aji Oetin binti Aji Semarang (Pangeran Muda Arifbillah) mempunyai anak Aji Ambar dan aji Kurba..Silahkan lihat di Aji Pangeran Kusumanegara..terima kasih
ReplyDelete